PEMANGKASAN ANGGARAN PENDIDIKAN dan SEKOLAH (TIDAK) GRATIS (LAGI)


Sejak dilantik menjadi Menteri Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan (Mendikdasmenbud), atau Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), atau apalah namanya, Muhadjir Effendy telah melontarkan dua isu kontroversial. Pertama, tentu saja mengenai gagasan full day school yang telah memancing polemik ramai. Dan kedua, mengenai rencana pemerintah meninjau kembali sistem sekolah gratis.
sekolah gratis
Sumber: Google

Berbeda dengan ide full day school yang segera memancing perhatian banyak orang, rencana pemerintah untuk meninjau kembali sekolah gratis hanya diperhatikan oleh sedikit orang. Itupun, dengan catatan, mereka yang menyoroti persoalan tersebut juga terjebak pada penghakiman ad hominem terhadap Menteri Muhadjir, seolah gagasan itu merupakan inisiatifnya sebagai pribadi. 

Jika kita mau mundur ke belakang, sebenarnya rencana pemerintah untuk "meninjau kembali" sistem sekolah gratis hanyalah tinggal menunggu waktu saja. Sepanjang tahun ini, pemerintah telah tiga kali melontarkan wacana pemotongan anggaran, yaitu pada bulan Mei 2016, pada saat pembahasan final RAPBN-P sepanjang Juni 2016, dan wacana yang kini dilemparkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memotong kembali APBN-P 2016 yang baru berumur sebulan. Setiap kali dilontarkan, angka pemotongannya terus-menerus membesar.

Pada tanggal 12 Mei 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani Inpres No. 4/2016 tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Total anggaran yang dipotong dari APBN 2016 adalah Rp50,016 triliun. Dari jumlah itu, Rp10,908 triliun di antaranya merupakan pemotongan atas anggaran pendidikan, dan Rp1,434 triliun adalah pemotongan anggaran kesehatan.

Satu bulan kemudian, pada saat pembahasan APBN-P 2016, Juni lalu, pemerintah justru kian melipatkan angka pemangkasan belanja menjadi Rp70 triliun. Angka ini lebih besar Rp20 triliun dari angka Rp50 triliun yang sudah dirilis sebelumnya. Pemangkasan itu tentu saja berlaku untuk semua pos dan anggaran kementerian, termasuk pendidikan. Kita tahu, anggaran pendidikan memang tersebar di sejumlah kementerian, tak hanya di Kementerian Pendidikan dan Kementerian Riset.

Dalam APBN-P 2016, anggaran Kemdikdasmenbud atau Kemdikbud (perhatikan, sekali lagi, betapa tidak jelasnya memang perubahan taksonomi dan nomenklatur Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo) sendiri dipotong Rp6,5 triliun. Angka itu di antaranya berasal dari pemotongan Anggaran Pendidikan Dasar dan Menengah sebesar Rp3,725 triliun, dan pemotongan anggaran Ditjen Pendidikan Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat sebesar Rp471,995 miliar. Pada saat yang bersamaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi harus memotong anggarannya sebesar Rp1,9 triliun. Terus terang, itu semua bukan angka yang kecil.

Lucunya, meski anggota Komisi X DPR RI berkeras agar anggaran pendidikan tidak dipotong, atau kalaupun dipotong maksimal Rp3 triliun saja, dalam sejumlah pernyataannya Menteri Anies yang masih menjabat waktu itu justru berkeras agar anggaran itu tetap dipotong sesuai dengan ketentuan Inpres No.4/2016. Saya kira ngototnya Anies waktu itu menjadi bagian dari upayanya untuk menunjukkan loyalitasnya pada Presiden.

Sebagai tambahan catatan, berbeda dengan tradisi penyusunan APBN-P di masa-masa sebelumnya, yang selalu berisi penambahan anggaran, khusus APBN-P 2016 isinya adalah “sunatan massal”, alias pemotongan anggaran besar-besaran.

Dengan kondisi seperti itu, saya kira siapapun yang menjabat Menteri Pendidikan tak memerlukan waktu lama pasti akan segera merilis kebijakan tak populer yang menjadi turunan dari pemotongan anggaran secara besar-besaran tadi, tak lama sesudah APBN-P 2016 disahkan. Ditambah dengan rencana Menteri Keuangan untuk memotong kembali APBN-P sebesar Rp133,8 triliun, silakan berhitung sendiri apa impak pemotongan anggaran itu, terutama bagi sektor pendidikan.
full day school
Sumber: Google

Mei lalu kita sudah menyaksikan bagaimana ribuan mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) turun memprotes kebijakan uang kuliah tunggal. Berkurangnya kuota beasiswa Bidikmisi di sejumlah perguruan tinggi negeri, sebagai akibat berubahnya pola pemberian beasiswa, merupakan simpton lain yang juga terkait dengan persoalan anggaran ini. Dan kini Anda bisa menambahkan rencana pemerintah untuk meninjau kembali program sekolah gratis sebagai implikasi baru dari pemotongan itu.

Jadi, siapa sebenarnya yang harus ditunjuk hidung sebagai penanggung jawab rencana peninjauan kembali program sekolah gratis itu?! Benarkah (hanya) Muhadjir?!

Sumber: Tarli Nogroho
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Share on LinkedIn

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PEMANGKASAN ANGGARAN PENDIDIKAN dan SEKOLAH (TIDAK) GRATIS (LAGI)"

Post a Comment

Pembaca yang Bijak adalah Pembaca yang selalu Meninggalkan Komentarnya Setiap Kali Membaca Artikel. Diharapkan Komentarnya Yah.....