ANAK TANGGA JOKOWI : Mengapa Jokowi Bisa Menjadi Presiden
10.8.16 politik, unik
Sejak lama saya tergelitik dengan pertanyaan ini. Naiknya Jokowi ke pentas nasional, bisa disebut dimulai ketika ia menjadi salah satu kepala daerah pilihan Majalah Tempo pada 2008. Jokowi tak sendirian waktu itu, ada sembilan kepala daerah lain yang juga punya prestasi mentereng. Pertanyaan saya adalah: kenapa kemudian hanya Jokowi yang melejit hingga mencapai popularitas seperti yang kita simak hari ini, padahal modal prestasinya tak lebih unggul dari sembilan kepala daerah lainnya?
![]() |
Sumber: Google |
Herry Zudianto, misalnya, yang sedang menghabiskan masa jabatan keduanya sebagai Walikota Yogyakarta, mengkoleksi tiga puluhan penghargaan di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, atau pemerintahan bersih hingga tahun itu. Jauh sebelum pejabat-pejabat Jakarta ngoceh soal “bike to work”, Herry telah lebih dulu memperkenalkan dan mempopulerkan “sego segawe”, yaitu pergi ke kantor dan ke sekolah naik sepeda. Pada malam hari, terutama pada hari libur, jangan heran jika Anda melihat kota Yogya dipenuhi oleh anak-anak muda yang menikmati malam libur dengan bersepeda secara berombongan, mulai dari puluhan hingga ratusan orang. Itu adalah buah dari program “sego segawe” yang dicanangkan Herry.
Selain mewajibkan setiap kantor untuk mengalokasikan 10 persen lahannya bagi taman dan pohon, ia juga agresif membeli lahan untuk dijadikan ruang publik hijau. Jalur-jalur sepeda di kota Yogya, yang terus bertahan hingga kini, dibikin pada masa Herry. Setiap pagi, selepas subuh, tanpa ajudan dan pengawal, ia akan berkeliling ke setiap kampung, sebelum kemudian masuk kantor. Di setiap kelurahan ia mendirikan rumah gizi, membangun rumah-rumah susun di pinggir kali Code, merelokasi dan membangun sejumlah pasar baru untuk para pedagang kaki lima, dan mendirikan Taman Pintar di pusat keramaian di Malioboro, sebuah taman bermain dan wisata pendidikan sekaligus pusat perdagangan buku di Yogya.
Selain mewajibkan setiap kantor untuk mengalokasikan 10 persen lahannya bagi taman dan pohon, ia juga agresif membeli lahan untuk dijadikan ruang publik hijau. Jalur-jalur sepeda di kota Yogya, yang terus bertahan hingga kini, dibikin pada masa Herry. Setiap pagi, selepas subuh, tanpa ajudan dan pengawal, ia akan berkeliling ke setiap kampung, sebelum kemudian masuk kantor. Di setiap kelurahan ia mendirikan rumah gizi, membangun rumah-rumah susun di pinggir kali Code, merelokasi dan membangun sejumlah pasar baru untuk para pedagang kaki lima, dan mendirikan Taman Pintar di pusat keramaian di Malioboro, sebuah taman bermain dan wisata pendidikan sekaligus pusat perdagangan buku di Yogya.
![]() |
Sumber: Google |
Selain Herry, ada Jusuf Serang Kasim, Walikota Tarakan, yang punya program Gadis (Gabungan Dinas), yaitu pusat pelayanan perizinan terpadu; yang memagari wilayah pesisirnya dengan hutan bakau, yang membangun kantor dinasnya hanya dengan biaya sepersepuluh dari biaya pembangunan sebuah sekolah menengah pertama. Ada juga David Akib, Bupati Gorontalo, yang membawa kasur lipat dan peralatan mandi sendiri ke pelosok-pelosok demi melakukan “government mobile”, yang merobohkan pagar halaman rumahnya setiap orang bisa datang dan mengadu kepadanya, membangun puskesmas-puskesmas dengan pelayanan setara rumah sakit, yang menggratiskan biaya pendidikan dari TK hingga sekolah menengah, dan yang berusaha untuk menghadiri seluruh undangan pernikahan dan tahlilan dari warganya.
![]() |
Sumber: Google |
Andi Marakarma, Bupati Luwu Timur, dengan strategi “desa mengepung kota”, berhasil menjadikan Luwu Timur sebagai lumbung padinya Sulawesi Selatan. Untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi warganya, ia menyediakan insentif besar, rumah dan mobil dinas, bagi para dokter spesialis yang bersedia berpraktik di daerahnya. Atau, ada juga Suyanto, Bupati Jombang yang juga sedang menghabiskan periode keduanya, yang juga mengantongi puluhan penghargaan, yang menyediakan dokter spesialis hingga ke pedesaan, yang mengembangkan puskesmas-puskesmas setara dengan rumah sakit dengan biaya pelayanan murah meriah. Biaya operasi kecil, misalnya, hanya Rp20.000. Rawat inap komplet dengan makan tiga kali sehari, juga Cuma Rp20.000. Suyanto terbiasa menerima warganya bahkan hingga sebelum subuh.
Selain nama-nama yang telah disebut, ada A.A. Gde Agung (Bupati Badung), Untung Wiyono (Bupati Sragen), Ilham Sirajuddin (Walikota Makassar), dan Djarot Saiful Hidayat (Walikota Blitar). Prestasi mereka juga mencorong dan tipikal: pembangunan pendidikan, kesehatan, proteksi ekonomi rakyat, pelarangan pembangunan mal, relokasi pedagang kaki lima, dan revitalisasi pasar rakyat.
Kembali kepada pertanyaan di muka, semua kepala daerah tadi punya modal yang kurang lebih sama dengan Jokowi, beberapa di antaranya, terutama Herry, bahkan punya modal sosial dan politik jauh lebih besar. Namun, kenapa kemudian hanya Jokowi yang bisa melejit ke pentas nasional? Apakah faktor yang telah membuat namanya melejit?
Jika afiliasi partai yang dijadikan ukuran, Herry adalah kader dan tokoh partai, yaitu PAN. Ilham Sirajuddin dan Andi Marakarma adalah kader Partai Golkar. Sementara, Jokowi dan kepala daerah lainnya umumnya berlatar pengusaha, akademisi, profesional dan pegawai negeri, yang pada mulanya tak berafiliasi dengan partai politik. Dari sudut dukungan partai, tiga nama yang disebut di awal lebih bisa berkesempatan untuk naik kelas dibanding kepala daerah yang bukan berasal dari partai, karena mereka bisa disebut menguasai infrastruktur kekuasaan partai di daerah.
Jadi, apa faktor yang membuat Jokowi melejit ke pentas nasional meninggalkan kolega-kolega kepala daerah tadi?
Selain nama-nama yang telah disebut, ada A.A. Gde Agung (Bupati Badung), Untung Wiyono (Bupati Sragen), Ilham Sirajuddin (Walikota Makassar), dan Djarot Saiful Hidayat (Walikota Blitar). Prestasi mereka juga mencorong dan tipikal: pembangunan pendidikan, kesehatan, proteksi ekonomi rakyat, pelarangan pembangunan mal, relokasi pedagang kaki lima, dan revitalisasi pasar rakyat.
Kembali kepada pertanyaan di muka, semua kepala daerah tadi punya modal yang kurang lebih sama dengan Jokowi, beberapa di antaranya, terutama Herry, bahkan punya modal sosial dan politik jauh lebih besar. Namun, kenapa kemudian hanya Jokowi yang bisa melejit ke pentas nasional? Apakah faktor yang telah membuat namanya melejit?
Jika afiliasi partai yang dijadikan ukuran, Herry adalah kader dan tokoh partai, yaitu PAN. Ilham Sirajuddin dan Andi Marakarma adalah kader Partai Golkar. Sementara, Jokowi dan kepala daerah lainnya umumnya berlatar pengusaha, akademisi, profesional dan pegawai negeri, yang pada mulanya tak berafiliasi dengan partai politik. Dari sudut dukungan partai, tiga nama yang disebut di awal lebih bisa berkesempatan untuk naik kelas dibanding kepala daerah yang bukan berasal dari partai, karena mereka bisa disebut menguasai infrastruktur kekuasaan partai di daerah.
Jadi, apa faktor yang membuat Jokowi melejit ke pentas nasional meninggalkan kolega-kolega kepala daerah tadi?
Sumber: Facebook
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Share on LinkedIn
0 Response to "ANAK TANGGA JOKOWI : Mengapa Jokowi Bisa Menjadi Presiden"
Post a Comment
Pembaca yang Bijak adalah Pembaca yang selalu Meninggalkan Komentarnya Setiap Kali Membaca Artikel. Diharapkan Komentarnya Yah.....