Indonesia yang terpecah belah

politik pecah belah

Tatanan lama dan tatanan baru Jawa dipisahkan oleh zaman penjajahan anak buah Napoleon Bonaparte, Daendels; kemudian tiba era Raffless, selanjutnya Diponegoro melawan. Ketika sang pangeran dihianati, saat itu tatanan lama berakhir, sebuah orde baru Belanda lahir.

1830 menandai dimulainya zaman baru: ketika pipa-pipa kolonialisme semakin rakus menyedot kekayaan Nusantara, para sultan di sekujur Jawa takluk, kurikulum pendidikan Barat menjejali alam pikiran para menak berikut gaya hidup dan fashionnya.

Seabad lebih lima belas tahun kemudian, 1945, zaman baru dimulai. Gegap gempita kemerdekaan disambut bahagia. Sebuah era baru merekah mengiringi pertumbuhan sebuah bangsa, mendampingi laju raksasa yang tertatih-tatih.

Lalu, tiba tahun 1965. Sebuah fase peralihan yang menjadi watershed, sebagai penanda atau pembatas zaman. Orde Lama beserta perangkat budayanya dikubur. Istilah khas era Bung Karno: revolusi, reaksioner, manipol usdek, nekolim, pengganyangan, dan sebagainya, dihilangkan dari ingatan dan percakapan rakyat. Setelah tahun ini, perubahan terjadi secara drastis dan serentak. Orde Baru mengkooptasi semuanya, termasuk istilah baru: Kopkamtib, pembangunan, pengentasan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan, eks (untuk menyebut mereka yang terindikasi PKI), petrus, dll. Bahkan, begitu lamanya Orba mengkooptasi pikiran rakyat, hingga susunan kalimat sebuah perhelatan/ peringatan hari besar pun seragam, misalnya: "Dengan memperingati........mari kita tingkatkan......".

peta penguasaan minyak di indonesia

Lalu 1998 tiba. Banyak orang menilai ini zaman baru, era perubahan. Tapi ternyata tidak. Ia hanya fase jeda. Orang-orang Orba hanya ganti baju, ganti strategi, dan pindah jalur. Karakternya tetap.

Bagi saya, watershed paling jelas setelah 1965 itu bukan 1998, melainkan 2014. Mengapa? Ini fase piplres paling brutal, merugikan & menjijikkan. Gara-gara bela pantat Jokowi maupun Prabowo, seorang santri berubah perangainya karena berbeda pilihan dengan gurunya. Di tikungan lain, keakraban bertetangga mulai renggang akibat pilihan politik ini.

Bangsa ini seolah terbelah. Pemilihannya hanya sehari, tapi melahirkan permusuhan dan kebencian sepanjang waktu. 2014 adalah watershed baru yang memunculkan istilah-istilah khas: Jokodok, Prabowers, Kecebong, Haters, dan istilah lain yang entah dikulak darimana.

Di sosmed lebih fatal. Para ustadz maupun akademisi, yang enak diikuti status dan uraiannya di sosmed sebelum 2014, tiba-tiba berubah menjadi corong hoax, pengecer kebencian, dan menjadi pakar segala hal: apapun dikomentari. Jika akil baligh menjadi indikasi kedewasaan fase awal, maka 2014 seolah menjadi penanda ke(tidak)warasan seseorang.

Sumber: Rijal Mumazziq Z

0 Response to "Indonesia yang terpecah belah"

Poskan Komentar