Belajar Dari Santoso Alias Abu Wardah

Jamaah Anshorut Tauhid

Santoso pimpinan kelompok teroris MIT/Mujahidin Indonesia Timur yang berbaiat ke ISIS, setelah lama buron, akhirnya tertembak mati dalam Operasi Tinombala minggu-mingu kemarin. Santoso lahir tahun 1967 di Tentena Poso dari keluarga-transmigran miskin asal Jawa Tengah. Dalam keterbatasan, Santoso muda tahun 1980-an sudah berdagang panci dan pecah-belah lainnya. Kadang dia juga berdagang sayur. Belajar Dari Santoso Alias Abu Wardah.
Konflik agama (sektarian) di Poso klihatannya sedikit-banyak merubah orientasi Santoso. Banyak bergaul dengan jihadis-radikalis yang kesana, membuatnya mulai bersentuhan dengan agama. Tahun 2000-an dia banting-setir berjualan buku-buku agama. Dia bilang jualan buku agama mengasyikkan karena dia bisa belajar agama dari membaca buku-buku yang dijualnya. 

isis indonesia

Makin intens bergaul dengan kelompok radikal, tahun 2010, Santoso ikut latihan militer di Aceh dan bersama dengan Abu Tholut mereka mendirikan cabang JAT (Jamaah Anshorut Tauhid) di sana. JAT itu pimpinan Abu Bakar Baasyir. Tahun 2011, Santoso dan kelompoknya melakukan serangkaian aksi kriminal seperti perampokan bank, pencurian motor dan pembunuhan polisi dan lain-lain.
Tahun 2012, Santoso mendirikan MIT dan tahun 2014 dia menyatakan berbai'at pada ISIS pimpinan khalifah Abu Bakar Al-Baghdadi. Tahun 2015 mulai perburuan polisi pada Santoso dan kelompoknya melalui Operasi Camar Maleo tapi gagal dan berhasil di tahun 2016 melalui Operasi Tinombala.
Dari profil Santoso sampai dia jadi teroris, apa sih yang bisa kita pelajari? 
Pertama, kemiskinan berpotensi dekat dengan radikalisme. Santoso yang jualan panci (motivasi duniawi) lalu makin mantabb jualan buku2 agama (orientasi akhirat) dan diperkuat dengan pergaulan dan bahkan lalu gabung ke kelompok radikal.
Kedua, konflik sosial memunculkan trauma dan dalam beberapa hal juga rasa-dendam. Santoso menyaksikan sendiri konflik Poso yang merenggut korban jiwa dll. Hidup dalam suasana konflik dan penuh kekejaman serta saling provokasi, Santoso yang tadinya 'lugu' berubah menjadi radikal: berani dan nekad termasuk melakukan tindak kriminal (meski alasannya jihad).
Ketiga, pergaulan. You are what your friends look like. Santoso menjadi radikal setelah bergaul dengan jihadis-radikalis dari Jawa yang ke poso dan terlibat dalam konflik agama (sektarian) disana. Tidak punya basic ilmu agama dan lalu ketemu dan bergaul dengan para radikalis membuatnya rentan dan gampang "dicekoki" ideologi radikal.
Secara umum, tidak ada yang khas-bingitss dari profil Santoso termasuk faktor-faktor yang membuatnya jadi radikal. Santoso merepresentasikan profil-profil umum teroris di Indonesia yang miskin, minim ilmu-agama dan salah-gaul hehee
Yang unik, paling katanya Santoso murah senyum dan bahkan dibilang agak narsis karena suka selfie (????). Bahkan ada meme yang isinya Santoso ketangkap gara-gara lagi main pokemon-go. Dia nyari monsternya sampai ke hutan-perbukitan yang masuk radar polisi sehingga akhirnya bisa ketangkap hehe tentu saja ini bercanda.
Semoga kita bisa belajar dari kasus Santoso.

Sumber: Suratno Paramadina

0 Response to "Belajar Dari Santoso Alias Abu Wardah"

Poskan Komentar