Korupsi Dalam Lipatan Sejarah
25.4.16 politik, sejarah, unik
Sebenarnya upaya pemberantasan korupsi di negeri ini, Negeri Indonesia Raya, sudah dimulai sejak pemerintahan Republik Indonesia ini berdiri yaitu sejak zaman Orde Lama. Dengan perangkat Undang-undang Keadaan Bahaya, maka dibentuklah yang namanya badan pemberantasan korupsi, Panitia Retooling Aparatur Negara, disingkat dengan sebutan PARAN. PARAN ini dipimpin oleh Abdul Haris Nasution yang dibantu oleh dua orang anggota yaitu Profesor Muhammad Yamin dan Roeslan Abdulgani.

Namun pada waktu itu, PARAN ini tidak mampu menunjukkan taringnya. Hal ini disebabkan karena para pejabat yang korup melakukan reaksi yang sangat keras. Dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada presiden, setiap formulir isian yang diberikan oleh PARAN tidak diserahkan kembali kepada. Akan tetapi formulir tersebut diserahkan langsung kepada Presiden. Keberadaanpun PARAN berakhir dan tenggelam. PARAN kemudian menyerahkan kembali pelaksanaan tugas yang selama ini diemban kepada Kabinet Djuanda.
Kemudian lewat Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, Abdul Haris Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/KASAB, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo ditunjuk untuk memimpin lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi.
Meski berhasil menyelamatkan keuangan negara, Operasi Budhi dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio yang kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dimana Presiden Soekarno sendiri yang menjadi ketuanya dibantu Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Namun pemberantasan korupsi di masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalan macet. Lagi-lagi alasan politislah yang menyebabkan tumpulnya lembaga ini.
Pada 16 Agustus 1967, melalui pidato kenegaraannya, Soeharto mengkritik pemerintahan Orde Lama yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu berbuntut dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai oleh Jaksa Agung. Namun ketidakseriusan TPK berkahir dengan keluarnya kebijakan Presiden Soeharto yang menunjuk Komite Empat yang beranggotakan Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo dan A. Tjokroaminoto. Tugas komiter tersebut adalah untuk membersihkan Departemen Agama, Bulog, Telkom, Pertamina, dan lain-lain dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Seiring dengan perjalanan waktu, keempat tokoh itu menjadi kehilangan tering ketika hasil temuan mereka yaitu kasus korupsi di Pertamina sama sekali tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah kala itu. Lemahnya keberadaan komite ini pun dijadikan alasan utama untuk dibentuknya Operasi Tertib (OPSTIB) yang dipimpin oleh Pangkopkamtib Laksamana Sudomo. Namun upaya pemberantasan korupsi menjadi semakin melemah, hal ini mengakibatkan Opstib menghilang seiring dengan makin kuatnya kedudukan para koruptor yang duduk di singgasana pemerintahan Orde Baru. Hal ini juga terjadi ketika negeri ini memasuki era reformasi, Presiden RI BJ Habibie bersama dengan DPR berhasil membuat UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Untuk melaksanakan UU No.28 tahun 1999 tersebut dibentuklah berbagai komisi atau badan baru yang gunanya untuk memberantas KKN, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman.
Kemudian pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur), kembali dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2000. Tetapi di tengah semangat menggebu-gebu untuk menghancurkan KKN, Mahkamah Agung melalui suatu judicial review membubarkan TGPTPK karena dinilai berbenturan dengan UU No 31 Tahun 1999.
Nasib serupa tapi tak sama juga dialami oleh KPKPN. Dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tugas KPKPN masuk dan menyatu di dalam KPK, sehingga KPKPN hilang tanpa jejak. KPK dibuat pada tahun 2003 dengan tujuan utamanya adalah untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi. KPK ini dibentuk berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Artinya, sampai saat ini KPK adalah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis dan Berjaya untuk memberantas KKN di negeri tercinta Indonesia ini. Semoga komisi inipun dengan tidak sengaja dilemahkan dan dihilangkan dari peredaran kekuasaan.
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Share on LinkedIn
0 Response to "Korupsi Dalam Lipatan Sejarah"
Post a Comment
Pembaca yang Bijak adalah Pembaca yang selalu Meninggalkan Komentarnya Setiap Kali Membaca Artikel. Diharapkan Komentarnya Yah.....