Pacaran Menurut Islam
17.5.15 islam, kehidupan, unik
Tema konsep pacaran dalam islam, tentu mengundang berbagai versi pertanyaan yang setidaknya menimbulkan rasa keingintahuan setiap yang membacanya, pertanyaan itu dapat saja diungkapkan, “benarkah islam memiliki konsep berpacaran atau benarkah ajaran islam terkandung didalamnya aturan pacaran?.” Tema seperti tersebut di atas, tidak bermaksud hendak mengatakan bahwa Islam mengatur secara implisit dan eksplisit tentang “pacaran”. Sesungguhnya konsep tersebut hendak mengarahkan kaum muslimin kepada aturan yang semestinya dilakukan bagi kehidupan sehari-hari. Baca Juga: Pacaran

Dengan demikian konsepsi yang diprasangkakan sebagai “pacaran” sesungguhnya penjabaran pergaulan islami yang mengatur dan memfasilitasi muda-mudi muslim untuk membina rumah tangga sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Istilah pacaran sebenarnya tidak dikenal dalam Islam. Untuk istilah hubungan percintaan antara laki-laki dan perempuan pranikah, islam mengenalkan istilah “khitbah (meminang)”.
Khitbah (meminang) yaitu pihak laki-laki mengajukan lamaran terhadap pihak wanita, dalam khitbah boleh melihat wanita itu secara teliti. Ketika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus mengkhitbahnya dengan maksud akan menikahinya pada waktu dekat. Selama masa khitbah, keduanya harus menjaga agar jangan sampai melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, seperti berduan, memperbincangkan aurat, menyentuh, menyium, memandang dengan nafsu, dan melakukan hubungan selayaknya suami istri. Ada perbedaan yang mencolok antara pacaran dengan khitbah. Pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan pernikahan, sedangkan khitbah merupakan tahapan untuk menuju pernikahan. Persamaannya keduanya merupakan hubungan percintaan antara dua insan berlainan jenis yang tidak dalam ikatan perkawinan. Dari sisi persamaannya, sebenarnya hampir tidak ada perbedaan antara pacaran dan khitbah. Keduanya akan terkait dengan bagaimana orang mempraktikannya. Jika selama masa khitbah pergaulan antara laki-laki dan perempuan melanggar batas-batas yang telah ditentukan islam, maka itupun haram. Demikian juga pacaran, jika orang dalam berpacaran melakukan hal-hal yang dilarang oleh islam, maka hal itu haram.
Menurut Dr. H. Abd. Rahman Ghazaly dalam bukunya “Fiqh Munakahat” menjelaskan bahwa khitbah (melamar) merupakan pendahuluan perkawinan, disyariatkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar waktu memasuki perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadran masing-masing pihak. Adapun perempuan yang boleh dipinang adalah yang memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Tidak dalam pinangan orang lain
2. Pada waktu dipinang tidak ada penghalang syar’i yang melarang dilangsungkannya pernikahan.
3. Perempuan itu tidak dalam masa iddah karena talaq raj’i.
4. Apabila perempuan dalam masa iddah karena talaq ba’in, hendaklah meminang dengan cara sirry (tidak terang-terngan).
Banyak orang yang keliru memahami konsep khitbah. Pada prinsipnya khitbah tidak merubah ketentuan yang sebelumnya dilarang oleh syara menyangkut komunikasi antara lawan jenis. Khitbah hanyalah proses menentukan pilihan calon istri atau suami, bukan aqad nikah, dan belum mergubah status keduanya menjadi hubungan halal, selain tidak boleh di khitbah oleh orang lain. Maka, dalam proses khitbah tetap haram berdua-duaan tanpa ditemani mahram-nya, saling berpandangan dan bermesraan, bergandengan tangan, jalan-jalan bersama tanpa mahram dan hal yang menyangkut komunikasi lawan jenis.
Allah telah menjadikan rasa cinta dalam diri manusia baik pada laki-laki maupun perempuan. dengan adanya rasa cinta, manusia bisa hidup berpasang-pasangan. Adanya pernikahan tentu harus didahului rasa cinta.
Cinta itu merupakan anugrah Tuhan. Maka ia menjadi milik semua orang. Dan remaja pun lumrah saling taksir-mentaksir dan pacaran. Namun, ini repotnya, cinta itu juga suka dijahili setan. Sehingga ada cinta yang salah jalan, salah kaprah, kelewat batas, dan membuat menderita. Akibatnya segala yang dilakukan atas nama cinta menjadi bentuk zina yang terang-terangan. Mata berzina, telinga berzina tangan berzina, dan seluruh anggota badan lainnya berzina termasuk kemaluan yang merupakan zina yang paling besar dosanya. Di era modern kini, cinta yang berarti zina ini telah membudaya sehingga menjadi malapetaka yang mengancam eksistensi manusia sebagai makhluk yang beradab.
Yang paling klasik, muncul budaya pacaran yang sesungguhnya bukan pacaran melainkan perzinahan yang disebut dalam hadits di atas. Jika pacaran yang asalnya untuk saling mengenal, maka kini berubah menjadi upaya saling melampiaskan nafsu hewani. Jadilah manusia itu binatang, bahkan lebih sesat dari binatang.

Pacaran itu jalan syetan yang lurus (menuju neraka). Karena fitnah seksual adalah symbol saithan yang paling efektif. Setiap orang memiliki nafsu birahi. Nafsu ini sengaja ditunggu oleh syetan agar manusia dapat melampiaskannya diluar jalur Islam. Di antara cara syetan menunggangi nafsu birahi ini adalah dengan pacaran. Saat berduan dengan sang pacar, syethan menjadi pihak paling aktif membisikan pada mereka berdua agar menghabiskan waktunya dengan penuh kemesraan.
Setan terus menerus membisikan kenikmatan semu, sehingga dua insan itu larut dalam kenikmatan berpacaran yang menghantarkan pada jurang kehinaan. Akibatnya, dia tidak berpikir akan ada akibat yang muncul kemudian. Setelah berzina, lantas hamil, kemudian aborsi atau membunuh bayi yang baru dilahirkan, dosa itu bertumpuk memenuhi kehidupannya. Itulah syethan yang tak henti membisikan kenikmatan semu.
Jalan yang menghantarkan seseorang menuju zina yaitu khlawat dan ikhtilat. Khlawat yaitu dua lawan jenis yang bukan muhrim berduan ditempat yang sepi. Sedangkan ikhtilat adalah campur baurnya antara lawan jenis tanpa pemisah sehingga menimbulkan kontak fisik. Dua hal itu jelas diharamkan dalam islam. Menyatakan cinta sebagai kejujuran hati tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karena tidak ada satu pun ayat atau hadist secara eksplisit atau implicit melarangnya. Islam hanya memberi batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri.
Diantara batasan-batasan tersebut ialah; tidak melakukan perbuatan yang dapat mengarahkan kepada zina, tidak menyentuh perempuan yang bukan mahramnya, tidak berduan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, harus menjaga mata atau pandangan, dan menutup aurat. Selagi batasan-batasan tersebut tidak dilanggar, maka pacaran hukumnya boleh.
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Share on LinkedIn
0 Response to "Pacaran Menurut Islam "
Post a Comment
Pembaca yang Bijak adalah Pembaca yang selalu Meninggalkan Komentarnya Setiap Kali Membaca Artikel. Diharapkan Komentarnya Yah.....